Pengusaha Konsorsium 303
Jakarta: Pengusaha Robert Priantono Bonosusatya membantah punya keterkaitan dengan konsorsium 303. Dalam catatan Indonesia Police Watch (IPW), RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya adalah Ketua Konsorsium Judi Online Indonesia. "IPW punya print out-nya enggak? Saya mau pertimbangkan mau lapor dia (IPW)," ucap Robert saat dikonfirmasi, Selasa, 20 September 2022. Robert juga membantah menyediakan jet pribadi untuk mantan Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan sebagimana disampaikan IPW. Robert mengaku tidak memiliki jet pribadi "Enggak benar itu, enggak benar. Enggak benar sama sekali. Ya enggaklah, saya enggak begitu. Mana ada saya jet," ujar dia. Meski begitu, dia mengakui kenal dengan Brigjen Hendra Kurniawan. Dia mengenal jenderal polisi bintang satu itu sejak lama. Namun, sudah lama tidak komunikasi. "Sudah lama sekali lah 5, 6, 7, 8 tahun. Enggak pernah ketemu lagi. Waktu itu dia masih AKBP apa. Zaman dulu lah," tutur Robert. Sebelumnya, IPW meminta tim khusus (timsus) menjelaskan keterlibatan serta peran Robert dan Yoga Susilo dalam kasus Irjen Ferdy Sambo dan Konsorsium 303. Menyusul terungkapnya pemakaian private Jet oleh Brigjen Hendra Kurniawan dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait uang Rp155 triliun dari judi online. "Pasalnya, Brigjen Pol Hendra Kurniawan diketahui pada tanggal 11 Juli 2022, diperintah atasannya Irjen Ferdy Sambo, yang saat itu Kadiv Propam Mabes Polri ke Jambi menemui keluarga Briptu Josua (Brigadir J) guna memberikan penjelasan atas kematian ajudannya tersebut," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin, 19 September 2022. Sugeng mengatakan penggunaan private jet itu dilakukan Brigjen Hendra Kurniawan bersama-sama dengan Kombes Agus Nurpatria, mantan Kaden A Ropaminal DivPropam Polri; Kombes Susanto, eks Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Polri; AKP Rifaizal Samual, eks Kanit 1 SatReskrim Polres Metro Jakarta Selatan; Bripda Fernanda, Briptu Sigid Mukti Hanggono, eks Banit Den A Ropaminal Divpropam Polri; Briptu Putu dan Briptu Mika. Jet pribadi itu disebut-sebut milik seorang mafia berinisial RBT, yang tak lain adalah Robert Priantono Bonosusatya. IPW mencium aroma amis keterlibatan Robert dan Yoga Susilo dalam kasus Sambo dan Konsorsium 303. Lantaran, selain Robert, nama Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar muncul dalam struktur organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, sebagai Bos Konsorsium Judi Wilayah Jakarta. IPW mengidentifikasi jenis private jet yang dipakai Brigjen Hendra Kurniawan dan rombongan ketika terbang ke Jambi pada Senin, 11 Juli 2022, yakni tipe Jet T7-JAB. Private jet T7-JAB diketahui sering dipakai oleh Andrew Hidayat Bos PT MMS Group Indonesia, yang juga mantan narapidana kasus korupsi dan Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali. "Seperti diketahui, Andrew Hidayat dan Yoga Susilo adalah pemilik Hotel Pullman Bali," ucap Sugeng.
Jakarta: Pengusaha Robert Priantono Bonosusatya membantah punya keterkaitan dengan konsorsium 303. Dalam catatan Indonesia Police Watch (IPW), RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya adalah Ketua Konsorsium
-nya enggak? Saya mau pertimbangkan mau lapor dia (IPW)," ucap Robert saat dikonfirmasi, Selasa, 20 September 2022.
Robert juga membantah menyediakan jet pribadi untuk mantan Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan sebagimana disampaikan IPW. Robert mengaku tidak memiliki jet pribadi
"Enggak benar itu, enggak benar. Enggak benar sama sekali. Ya enggaklah, saya enggak begitu. Mana ada saya jet," ujar dia.
Meski begitu, dia mengakui kenal dengan
. Dia mengenal jenderal polisi bintang satu itu sejak lama. Namun, sudah lama tidak komunikasi.
"Sudah lama sekali lah 5, 6, 7, 8 tahun. Enggak pernah ketemu lagi. Waktu itu dia masih AKBP apa. Zaman dulu lah," tutur Robert.
Sebelumnya, IPW meminta tim khusus (timsus) menjelaskan keterlibatan serta peran Robert dan Yoga Susilo dalam kasus
dan Konsorsium 303. Menyusul terungkapnya pemakaian private Jet oleh Brigjen Hendra Kurniawan dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait uang Rp155 triliun dari judi online.
"Pasalnya, Brigjen Pol Hendra Kurniawan diketahui pada tanggal 11 Juli 2022, diperintah atasannya Irjen Ferdy Sambo, yang saat itu Kadiv Propam Mabes Polri ke Jambi menemui keluarga Briptu Josua (Brigadir J) guna memberikan penjelasan atas kematian ajudannya tersebut," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin, 19 September 2022.
Sugeng mengatakan penggunaan
itu dilakukan Brigjen Hendra Kurniawan bersama-sama dengan Kombes Agus Nurpatria, mantan Kaden A Ropaminal DivPropam Polri; Kombes Susanto, eks Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Polri; AKP Rifaizal Samual, eks Kanit 1 SatReskrim Polres Metro Jakarta Selatan; Bripda Fernanda, Briptu Sigid Mukti Hanggono, eks Banit Den A Ropaminal Divpropam Polri; Briptu Putu dan Briptu Mika.
Jet pribadi itu disebut-sebut milik seorang mafia berinisial RBT, yang tak lain adalah Robert Priantono Bonosusatya.
IPW mencium aroma amis keterlibatan Robert dan Yoga Susilo dalam kasus Sambo dan Konsorsium 303. Lantaran, selain Robert, nama Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar muncul dalam struktur organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, sebagai Bos Konsorsium Judi Wilayah Jakarta.
IPW mengidentifikasi jenis
yang dipakai Brigjen Hendra Kurniawan dan rombongan ketika terbang ke Jambi pada Senin, 11 Juli 2022, yakni tipe Jet T7-JAB. Private jet T7-JAB diketahui sering dipakai oleh Andrew Hidayat Bos PT MMS Group Indonesia, yang juga mantan narapidana kasus korupsi dan Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali.
"Seperti diketahui, Andrew Hidayat dan Yoga Susilo adalah pemilik Hotel Pullman Bali," ucap Sugeng.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN-Mabes Polri tengah mengencarkan melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana perjudian di seluruh wilayah Indonesia.
Pemberantasan terhadap seluruh tindak pidana perjudian di seluruh wilayah Indonesia itu setelah menyebarnya informasi tentang Konsorsium 303 (judi).
Bahkan grafik yang menyebar itu disebut menyangkut beberapa pengusaha salah satunya AS.
Di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sendiri, Polri berhasil menindak lokasi judi online terbesar di Kompleks Cemara Asri, Kabupaten Deliserdang, dipimpin langsung Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, beserta jajaran beberapa waktu lalu.
Dari lokasi penggerebekan itu, polisi berhasil menyita sejumlah komputer yang digunakan sebagai operasi judi online.
Dalam kasus judi online ini Polda Sumut tengah memburu pemilik judi online berinisial ABK yang masih buron.
Ternyata tidak hanya ABK sebagai pengendali judi di Sumut, tersiar melalui Konsorsium 303 tercatut inisial AS alias RA yang merupakan pemilik tempat hiburan terbesar di Kota Medan.
Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, sebelumnya telah menegaskan telah memerintahkan seluruh jajarannya untuk menindak segala bentuk perjudian yang ada di Sumut.
Panca menyebutkan beberapa pekan setelah perintah itu diturunkan, pihaknya telah mengungkap 60 kasus judi offline dan online serta mengamankan sebanyak 65 orang tersangka.
"Saya sampaikan, beberapa minggu ini kami melaksanakan operasi judi di wilayah Sumut. Saya sudah perintahkan semua jajaran tidak ada lagi yang bermain-main judi. Saya harus ingatkan ini," katanya.
Berdasarkan Konsorsium 303 yang beredar di publik, Sabtu (20/8/2022), diterangkan, bahwa AS telah menjalankan aktivitas judi di berbagai lokasi di Sumut, di antaranya Perumahan di Kecamatan Medan Johor dikoordinir I alias Y.
Disebut juga berada di Hotel Hill Park Sibolangit dan Hill Park Sibolangit yang juga dikoordinir Y, serta Komplek CBD Polonia dikoordinir AK.
Ternyata, keberadaan judi yang dikendalikan AS di kawasan Komplek CBD Polonia sebelumnya sudah digerebek oleh Polda Sumut.
Bahkan, pihak kepolisian telah melakukan penggeledahan ke lokasi dengan menurunkan Tim Inafis Polda Sumut. (*/www.tribun-medan.com)
MELANJUTKAN kegemparan kasus judi online yang melibatkan sekian banyak karyawan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menjanjikan akan memeriksa Budi Arie jika ada indikasi terlibat dalam kasus judi online semasa memimpin sebagai menteri di periode sebelumnya.
Kalau Kapolri menepati janjinya, ini akan menjadi isian rapor yang sangat bagus. Rapor? Ya, rapor.
Pemerintahan saat ini akan tancap gas dalam waktu 100 hari. Artinya, setelah atau bahkan mungkin tepat di hari keseratus usia Kabinet Merah Putih, Presiden akan menilai kinerja para pembantunya.
Siapa yang performanya bagus, siap lanjut sebagai menteri. Sementara menteri yang pencapaiannya ala kadarnya, apalagi yang tidak ada prestasinya, siap angkat kaki. Semestinya begitu.
Angka keramat 100 hari itu tentu harus disikapi secara tepat dan cepat oleh orang nomor satu di setiap kementerian dan setiap lembaga di bawah presiden.
Mereka, seperti tadi saya sebut, harus mengisi rapor mereka dengan angka bertinta serba biru atau hitam. Syukur-syukur emas. Jangan sampai merah.
Nah, siapa tahu mindset “mengisi rapor” itulah yang saat ini berputar-putar di sejumlah lembaga penegakan hukum.
Masa 100 hari masih lumayan lama. Namun, Kejaksaan Agung, per hari ini, jelas sudah punya portofolio istimewa.
Meringkus tiga hakim PN Surabaya. Lalu menahan Tom Lembong–memang agak kontroversial, tapi yang jelas Kejaksaan Agung sudah berhasil menggelandang mantan Menteri era Jokowi itu ke balik bui.
Satu lagi: Kejaksaan Agung juga sukses mencengkeram tengkuk salah satu petinggi Kementerian Perhubungan. Ringkasnya, belum satu bulan berlalu, sudah tiga tangkapan emas yang berhasil Kejaksaan jaring.
Selain Kejaksaan Agung, siapa lagi lembaga penegakan hukum yang punya torehan sama patennya?
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bergigi. Lantas, Polri. Warna seragam Polri dan Kejaksaan memang mirip. Sama-sama coklat.
Namun, sejak peluit start ditiup, apa boleh buat, Polri kurang sigap merebut momentum. Staf Komdigi yang diamankan terkait judi online pun masih sebatas karyawan rendahan.
Kecuali jika Polri sanggup menyikat sindikat judi online hingga ke level atas Kominfo atau–sekarang–Komdigi, barulah Polri bisa dibilang mempersempit jarak sprint-nya dengan Kejaksaan Agung.
Sebetulnya ada satu langkah besar yang bisa Polri lakukan untuk menyalip kinerja Kejaksaan Agung. Satu langkah, yaitu bongkar habis Konsorsium 303.
Baca juga: Mengingat Lagi Janji Kapolri Mengusut Konsorsium 303 dan Komitmen Bersih-bersih Internal
Masih ingat Konsorsium 303? Bagi Anda yang lupa atau pura-pura lupa, saya bantu ingatkan Anda.
Sekitar dua tahun lalu, tersebar bagan yang disebut-sebut sebagai jaringan mafia judi di kepolisian. Mafia jahat ini memakai nama sandi Konsorsium 303.
Kenapa 303? Karena 303 adalah nomor pasal dalam KUHP. Pasal tentang segala jenis tindak perjudian.
Siapa saja petinggi Kepolisian yang tercantum namanya dalam bagan Konsorsium 303 itu? Silakan cari sendiri di Google.
Di mana markas Konsorsium 303? Kata Indonesia Police Watch, hanya selemparan batu, hanya 200 meter dari Mabes Polri.
Jadi, hitung-hitungan di atas kertas, semestinya tidak sulit-sulit amat bagi Polri untuk mencuci bersih kantornya dari oknum personel yang terlibat dalam judi online.
Apalagi karena pemberantasan judi online kini dinaungi oleh Satgas Pemberantasan Judi Online, maka sepele sebetulnya membabat mulai dari bos-bos besar judi online.
Baca juga: Polri Bentuk Tim Gabungan Dalami Dugaan Konsorsium 303 dan Judi Online
Namun, di situ pula memang letak ‘kesulitan’ utamanya. Sudah sejak lama para ilmuwan psikologi forensik menyebut istilah Curtain Code alias Kode Tirai.
Jadi, bersih-bersih ke dalam akan terus terganjal karena sesama personel penegakan hukum punya kebiasaan buruk antarmereka.
Yaitu, menutup-nutupi segala koreng, kudis, penyimpangan, bahkan kejahatan yang dilakukan oleh sesama kolega. Ini memang manifestasi kesetiakawanan alias jiwa korsa menyimpang.
Terdapat sejumlah alasan sesama personel penegakan hukum justru saling tutup mulut. Pertama, karena mereka menyeruput kuah soto dari mangkuk yang sama.
Kuah panas alias uang haram hasil penyimpangan, bahkan kejahatan itu sudah menciprat ke mana-mana.
Kedua, karena sesama personel juga sudah pegang kartu As satu sama lain. Jadi, kalau ada yang ‘sok alim’, siap-siap aibnya-dosanya juga dibuka.
Nah, agar anggapan seperti itu bisa dibuktikan mengada-ada, atau bualan belaka, maka silakan: Polri investigasi keberadaan Konsorsium 303. Hasilnya, umumkan ke publik dan media. Siapa tahu publik bakal percaya.
Baca juga: Polri: “Konsorsium 303” Judi Online Tidak Ada
Itu dia quantum leap yang akan membuat Polri melaju menempel, bahkan melampaui lari kencang Kejaksaan Agung sebelum 100 hari.
Sisi lain, ada sejumlah pihak yang meluapkan kegelisahan mereka. Pertanyaan mereka kurang lebih sama: bagaimana caranya agar kita tidak terjerumus dalam judi online? Tidak tersesat menjadi kaum PRO-J-O: Problem Judi Online.
Kata “terjerumus” atau “tersesat” menunjukkan bahwa masyarakat memandang judi online serba negatif adanya.
Itu betul. Karena itulah semua pihak sepantasnya sepakat, bahwa ketika problem judi online ini sudah amat-sangat kritis seperti sekarang, pidana harus dikedepankan.
Jadi, by default, siapa pun yang terlibat dalam judi online harus dipidana. Itu sikap paling mendasar yang perlu masyarakat anut.
Tinggal lagi, agar cermatan menjadi lebih komprehensif, masyarakat juga perlu tahu bagaimana psikologi forensik memandang masalah judi, termasuk judi online.
Pertama, judi adalah pelanggaran hukum. Bahkan beranak pinak menjadi masalah pencucian uang, pencurian identitas, kejahatan kripto, dan sebagainya.
Karena itu, siapa pun yang berjudi (melanggar hukum), konsekuensinya harus dipidana. Habis perkara.
Jangan-jangan, Konsorsium 303--kalau memang ada--termasuk dalam tipe pertama di atas.
Kedua, ini mulai sedikit pelik. Bahwa ternyata ada orang-orang yang berjudi sebatas untuk tujuan rekreasional. Bagian dari sosialisasi.
Di tempat kenduri ada judi, mereka ikut berjudi. Kenduri bubar, judi pun kelar. Selesai. Judi, sekali lagi, ‘cuma’ cara untuk mencairkan suasana.
Ketiga, ini memang parah separah-parahnya parah. Mereka berjudi karena sudah mencandu, sudah adiksi.
Walaupun adiksi judi bukan istilah yang sepenuhnya ilmiah. Karena judi sudah kadung menjadi penyakit, penanganannya adalah lewat pengobatan. Supaya sembuh psikis dan spiritualnya si pejudi.
Terakhir, ini layak dijuluki sebagai dajal sedajal-dajalnya dajal. Orang-orang dalam rumpun ini menjadikan judi sebagai pekerjaan mereka.
Mengisi periuk nasi mereka lewat judi. Menyuapi suami, anak, istri, keluarga mereka dari hasil judi. Tambah lagi, mengajak orang-orang untuk juga menggeluti ‘pekerjaan’ yang sama. Seolah normal.
Faktanya, malu dan ngeri juga mereka mengakui sebagai pejudi ‘profesional’.
Kompleks? Betul. Lempar handuk? Jangan. Lawan? Harus.